Masalah Pendaftaran Janin Bayi Sebagai Peserta BPJS Kesehatan
Ada masalah yang cukup mengganggu dalam hal pendaftaran kepesertaan BPJS Kesehatan, terkait pendaftaran calon bayi dalam kandungan sebagai peserta BPJS Kesehatan. Tulisan ini disadur dari tulisan dr. Tonang DA via facebook.
Terkait pendaftaran janin bayi sebagai peserta BPJS Kesehatan, isi regulasinya jelas (terlampir gambar 1-2 dari Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 dan gambar 3 berupa rincian lebih lanjut pada Peraturan Direktur BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015). Beberapa poin penting:
Tetapi dalam praktek di lapangan, terdapat kendala. Ada dua jenis kondisi yang sama-sama tidak sesuai dengan regulasi dimaksud. Kedua tipe ini terjadi secara bervariasi antar cabang. Keduanya adalah:
Praktek tipe 1: Pendaftaran Janin Bayi
Menerima pendaftaran sesuai kriteria dalam Peraturan BPJS Kesehatan dan Peraturan Direktur dimaksud, tetapi terbit VA yang mengharuskan pembayaran pertama 14 hari setelah pendaftaran dan paling lambat 30 hari setelah pendaftaran. Seterusnya membayar setiap bulan sampai bayi lahir (gambar 4).
Ini jelas tidak sesuai regulasi, karena:
Kesalahan itu telah diperbaiki pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015, mengapa pada prakteknya justru kembali mengulang kesalahan sebelumnya.
Memang sering ditambahkan saran: kalau belum lahir, bisa tidak dibayar dulu toh nanti pendaftaran gugur, nanti daftar lagi saja, begitu seterusnya sampai mendekati kelahiran. Tetapi jelas ini bukan langkah yang tepat.
Pratek tipe 2: Pendaftaran Janin Bayi
Hanya mau menerima pendaftaran janin yang diperkirakan lahir dalam kurun waktu lebih dari 14 hari tapi kurang dari 30 hari setelah pendaftaran. Ada yang menyatakan sebagai "nanti setelah lebih dari 8 bulan kehamilan" atau lagi yang dengan kaku menyatakan "perkirakan antara 2 minggu sampai 1 bulan sebelum kelahiran". Nanti kalau ternyata belum lahir, harus mengulang lagi pendaftarannya.
Ini juga jelas tidak sesuai regulasi.
Pada kedua praktek ini, tergambar jelas dua hal:
Perlu kita tekankan sekali lagi bahwa sejak kesempatan pertama, saya tidak sepakat dengan kebijakan pendaftaran janin ini. Sejak awal sudah saya tuliskan lengkap alasannya. Pendapat saya, setiap bayi baru lahir langsung masuk pertanggungan sampai melewati masa perinatal dan/atau sudah dipastikan status kepesertaannnya.
Meski demikian, saya tampilkan juga informasi ini karena penting bagi masyarakat. Apalagi itu adalah hak mereka, lepas dari soal saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
Tetapi dengan adanya dua tipe praktek tersebut, kiranya BPJS Kesehatan harus segera melakukan tindakan jelas: merubah regulasinya, atau memperbaiki prakteknya di lapangan. Tindakan itu perbaikan itu harus terukur dalam waktu secepat-cepatnya agar tidak semakin berlarut-larut.
Masih terkait pendaftaran janin, yang juga harus dipertegas adalah bagaimana dengan Pendaftaran Janin bagi anak dari peserta PPU maupun PBI?
Untuk PPU, pertanyaannya untuk anak di luar jatah pertanggungan (maksimal 5 orang). Misalnya untuk anak ke 4 dan seterusnya. Bila memang BPJS Kesehatan mengarahkan ke menjadi anggota keluarta tambahan (sesuai klausul Perpres 111/2013), maka perlu penegasan juga kepada pemberi kerja. Regulasinya adalah mendaftarkan bayi baru lahir dalam waktu 3x24 jam kepada pemberi kerja sebagai Anggota Keluarga Tambahan kemudian mendapatkan kartunya di BPJS Kesehatan setempat agar mendapat pertanggungan. Tetapi proses itu tidak selalu mudah dijalankan. Terutama adalah kurang pahamnya pihak pemberi kerja: masih banyak yang berpegangan bahwa anggota keluarga tambahan itu didaftarkan sebagai Peserta Mandiri.
Sementara ini di lapangan, tidak jarang peserta PPU tidak mau berisiko. Mereka memilih mendaftarkan janinnya sebagai peserta mandiri. Menghadapi ini petugas BPJS Kesehatan di lapangan juga terbelah responnya: ada yang menerima terlepas dari status kepesertaan orang tuanya; ada juga yang tidak menerima karena berpegang pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Direktus BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015.
Begitu juga dengan janin dari peserta PBI. Klausul regulasinya: begitu lahir, dimintakan rekomendasi ke Dinsos setempat agar bisa langsung didaftarkan dan langsung aktif sebagai peserta Mandiri. Atau pilihan lain dimasukkan dalam daftar PBI Daerah. Tidak mudah juga pelaksanaannya di lapangan.
Tanpa langkah itu, maka kebingungan akan terjadi di masyarakat. Ujung-ujungnya menimbulkan distrust (ketidak percayaan) pada sistem JKN. Inilah yang saya yakin merupakan tujuan kita bersama: menjaga dan mengawal pelaksanaan JKN.
Kepada masyarakat, usulan saya, mari kita kenali regulasinya, tegaskan dihadapan petugas lapangan BPJS Kesehatan. Kalau terjadi beda pendapat, catat waktu kejadian, di cabang mana dan siapa petugasnya. Semata agar bisa kita segera selesaikan kebingungan ini.
Kenali aturannya, kawal pelaksanannya, kritik kekuranganya.
Mari kawal JKN!
Terkait pendaftaran janin bayi sebagai peserta BPJS Kesehatan, isi regulasinya jelas (terlampir gambar 1-2 dari Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 dan gambar 3 berupa rincian lebih lanjut pada Peraturan Direktur BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015). Beberapa poin penting:
- Pendaftaran janin diberikan kesempatan bagi peserta Mandiri (PBPU dan BP).
- Dilakukan berdasarkan Surat Keterangan Dokter/Bidan Jejaring, tidak mensyaratkan hasil USG.
- Pembayaran pertama dilakukan setelah bayi lahir hidup, dan paling lambat 30 hari setelah Hari Perkiraan Lahir (HPL).
Tetapi dalam praktek di lapangan, terdapat kendala. Ada dua jenis kondisi yang sama-sama tidak sesuai dengan regulasi dimaksud. Kedua tipe ini terjadi secara bervariasi antar cabang. Keduanya adalah:
Praktek tipe 1: Pendaftaran Janin Bayi
Menerima pendaftaran sesuai kriteria dalam Peraturan BPJS Kesehatan dan Peraturan Direktur dimaksud, tetapi terbit VA yang mengharuskan pembayaran pertama 14 hari setelah pendaftaran dan paling lambat 30 hari setelah pendaftaran. Seterusnya membayar setiap bulan sampai bayi lahir (gambar 4).
Ini jelas tidak sesuai regulasi, karena:
- Pembayaran pertama dilakukan setelah bayi lahir hidup. Penerapan 14 hari ini berarti menyamakan begitu saja dengan pendaftaran peserta mandiri biasa.
- Pembayaran setiap bulan setelah didaftarkan ini berarti mengulang kesalahan dari kebijakan sebelumnya di bulan Desember 2014. Padahal jelas itu tidak benar. Bagaimana mungkin satu orang Ibu hamil membayar 2 iuran untuk bayi yang belum jelas kondisi lahirnya? Berikut salah satu bukti bayar janin yang belum lahir (gambar 5).
Kesalahan itu telah diperbaiki pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015, mengapa pada prakteknya justru kembali mengulang kesalahan sebelumnya.
Memang sering ditambahkan saran: kalau belum lahir, bisa tidak dibayar dulu toh nanti pendaftaran gugur, nanti daftar lagi saja, begitu seterusnya sampai mendekati kelahiran. Tetapi jelas ini bukan langkah yang tepat.
Pratek tipe 2: Pendaftaran Janin Bayi
Hanya mau menerima pendaftaran janin yang diperkirakan lahir dalam kurun waktu lebih dari 14 hari tapi kurang dari 30 hari setelah pendaftaran. Ada yang menyatakan sebagai "nanti setelah lebih dari 8 bulan kehamilan" atau lagi yang dengan kaku menyatakan "perkirakan antara 2 minggu sampai 1 bulan sebelum kelahiran". Nanti kalau ternyata belum lahir, harus mengulang lagi pendaftarannya.
Ini juga jelas tidak sesuai regulasi.
- Pendaftaran boleh dilakukan segera setelah ada Surat Keterangan dari Dokter dan Bidan Jejaring. Tidak ada klausul harus sedemikian ketat. Mengharuskan waktu yang demikian mepet membuat orang menjadi khawatir.
- Bila terjadi pendaftaran kurang dari 14 hari sebelum kelahiran, maka sesuai Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Direktur BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015 akan diberlakukan sebagaimana Pendaftaran Mandiri dengan ketentuan masa tenggang 14 hari. Ini yang terjadi pada klausul seorang pasien bayi yang diberitakan di media sekira 3 pekan yang lalu.
Pada kedua praktek ini, tergambar jelas dua hal:
- Kurang siapnya sistem IT pendukung kebijakan BPJS Kesehatan sendiri.
- Asimetri informasi ke petugas di lapangan.
Perlu kita tekankan sekali lagi bahwa sejak kesempatan pertama, saya tidak sepakat dengan kebijakan pendaftaran janin ini. Sejak awal sudah saya tuliskan lengkap alasannya. Pendapat saya, setiap bayi baru lahir langsung masuk pertanggungan sampai melewati masa perinatal dan/atau sudah dipastikan status kepesertaannnya.
Meski demikian, saya tampilkan juga informasi ini karena penting bagi masyarakat. Apalagi itu adalah hak mereka, lepas dari soal saya tidak setuju dengan kebijakan tersebut.
Tetapi dengan adanya dua tipe praktek tersebut, kiranya BPJS Kesehatan harus segera melakukan tindakan jelas: merubah regulasinya, atau memperbaiki prakteknya di lapangan. Tindakan itu perbaikan itu harus terukur dalam waktu secepat-cepatnya agar tidak semakin berlarut-larut.
Masih terkait pendaftaran janin, yang juga harus dipertegas adalah bagaimana dengan Pendaftaran Janin bagi anak dari peserta PPU maupun PBI?
Untuk PPU, pertanyaannya untuk anak di luar jatah pertanggungan (maksimal 5 orang). Misalnya untuk anak ke 4 dan seterusnya. Bila memang BPJS Kesehatan mengarahkan ke menjadi anggota keluarta tambahan (sesuai klausul Perpres 111/2013), maka perlu penegasan juga kepada pemberi kerja. Regulasinya adalah mendaftarkan bayi baru lahir dalam waktu 3x24 jam kepada pemberi kerja sebagai Anggota Keluarga Tambahan kemudian mendapatkan kartunya di BPJS Kesehatan setempat agar mendapat pertanggungan. Tetapi proses itu tidak selalu mudah dijalankan. Terutama adalah kurang pahamnya pihak pemberi kerja: masih banyak yang berpegangan bahwa anggota keluarga tambahan itu didaftarkan sebagai Peserta Mandiri.
Sementara ini di lapangan, tidak jarang peserta PPU tidak mau berisiko. Mereka memilih mendaftarkan janinnya sebagai peserta mandiri. Menghadapi ini petugas BPJS Kesehatan di lapangan juga terbelah responnya: ada yang menerima terlepas dari status kepesertaan orang tuanya; ada juga yang tidak menerima karena berpegang pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 dan Peraturan Direktus BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015.
Begitu juga dengan janin dari peserta PBI. Klausul regulasinya: begitu lahir, dimintakan rekomendasi ke Dinsos setempat agar bisa langsung didaftarkan dan langsung aktif sebagai peserta Mandiri. Atau pilihan lain dimasukkan dalam daftar PBI Daerah. Tidak mudah juga pelaksanaannya di lapangan.
Tanpa langkah itu, maka kebingungan akan terjadi di masyarakat. Ujung-ujungnya menimbulkan distrust (ketidak percayaan) pada sistem JKN. Inilah yang saya yakin merupakan tujuan kita bersama: menjaga dan mengawal pelaksanaan JKN.
Gambar 1 - Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 |
Gambar 2 - Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2015 |
Gambar 3 - Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 32 Tahun 2015 |
Gambar 4 - Virtual account calon bayi dibayar 3 bulan? |
Gambar 5 - Bukti pembayaran peserta calon bayi sebelum bayi lahir |
Kepada masyarakat, usulan saya, mari kita kenali regulasinya, tegaskan dihadapan petugas lapangan BPJS Kesehatan. Kalau terjadi beda pendapat, catat waktu kejadian, di cabang mana dan siapa petugasnya. Semata agar bisa kita segera selesaikan kebingungan ini.
Kenali aturannya, kawal pelaksanannya, kritik kekuranganya.
Mari kawal JKN!