Kamar Kelas 3 Penuh, Setelah Dicek Banyak Kamar Kosong?
Berobat dengan BPJS Kesehatan memang jadi pilihan banyak orang di Indonesia. Tapi, sayangnya, nggak sedikit yang ngerasa kecewa sama pelayanannya. Kisah ini mungkin bisa jadi contoh, dan mungkin kamu juga pernah ngalamin hal yang sama. Bayangin, kamu udah jadi peserta BPJS Mandiri, bayar iuran tiap bulan, dan berharap kalau sewaktu-waktu butuh, pelayanan kesehatan bisa didapat dengan mudah. Tapi, yang terjadi malah bikin kepala pening dan hati dongkol.
Ceritanya dimulai waktu seorang bapak harus membawa anaknya yang sakit radang tenggorokan ke rumah sakit. Dokter menyarankan rawat inap karena kondisinya memang memerlukan perawatan intensif. Sebagai orang tua, pastinya nggak mau main-main sama kesehatan anak, kan? Si bapak langsung ke RSAD Denpasar, tapi di situ petugas bilang kamar untuk pasien BPJS sudah penuh. Oke, nggak apa-apa. Bapak ini nggak nyerah, lalu diberi daftar rumah sakit lain yang kerja sama dengan BPJS: Surya Husada, Bali Med, Kasih Ibu, dan Wangaya. Sayangnya, jawaban dari rumah sakit lain nggak jauh beda: "Maaf, kamar untuk BPJS penuh."
Setelah keliling dan mencoba semua opsi, akhirnya si bapak balik lagi ke Surya Husada. Di sana, dia ditawari naik kelas rawat inap supaya anaknya bisa segera dirawat. Demi kesehatan anak, dia setuju, meskipun itu artinya harus bayar lebih mahal. Untungnya, rawat inap berjalan lancar, dan anaknya bisa mendapatkan perawatan yang diperlukan.
Tapi, drama belum selesai. Besok harinya, bapak ini menjenguk teman kantornya yang juga dirawat inap di rumah sakit lain. Waktu sampai di kamar temannya, betapa terkejutnya dia melihat kamar kelas 3 (yang seharusnya untuk pasien BPJS) ternyata banyak yang kosong. Ada lima bed di kamar itu, dan hanya satu yang terisi oleh teman si bapak. Dari obrolannya dengan sang teman, bed itu sudah kosong selama tiga hari. Wajar dong kalau si bapak merasa kecewa berat. Kok bisa, ya? Saat anaknya sakit, dia disuruh keliling cari rumah sakit karena kamar penuh, tapi di tempat lain malah ada kamar kosong yang nggak dipakai?
Mungkin kamu juga pernah mikir gini: "Apa BPJS ini diskriminasi? Apa ini sengaja biar peserta BPJS susah?" Tapi, tunggu dulu. Kita perlu tahu, ada beberapa alasan kenapa kejadian kayak gini sering terjadi, dan kadang bukan sepenuhnya salah rumah sakit.
Pertama, aturan rumah sakit memang ketat soal pembagian kamar. Misalnya, kamar rawat inap untuk anak dan dewasa itu pasti dipisah. Jadi, kalau ada kamar kosong di ruangan dewasa, nggak bisa sembarangan dipakai untuk pasien anak. Belum lagi kalau pasien punya penyakit menular seperti TBC atau penyakit tertentu yang butuh isolasi, mereka harus dirawat di ruangan khusus. Selain itu, ruang rawat inap juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Jadi, kalau kamar perempuan penuh, sementara kamar laki-laki kosong, ya nggak bisa ditukar begitu saja.
Kedua, masalah kapasitas rumah sakit. Setelah program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) diluncurkan, jumlah peserta BPJS melonjak drastis. Dari awalnya sekitar 14 juta peserta eks Askes, sekarang sudah mencapai lebih dari 200 juta orang. Tapi, sayangnya, jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia nggak berkembang secepat itu. Perkembangan sarana dan prasarana di rumah sakit di Indonesia cuma sekitar 3-5% per tahun, sedangkan jumlah peserta terus bertambah. Akibatnya? Overload!
Jadi, sering banget pasien yang datang merasa kesal karena ngelihat ada kamar kosong, tapi tetap dibilang penuh oleh petugas rumah sakit. Kalau dilihat sepintas, memang kayak nggak masuk akal. Tapi, sebenarnya, itu karena kamar yang terlihat kosong punya peruntukan khusus yang nggak bisa sembarangan diisi. Dan ya, kadang petugas rumah sakit juga harus mengambil keputusan sulit dalam kondisi serba terbatas ini.
Lalu, gimana solusinya? Pertama, sebagai pasien, kita perlu lebih banyak memahami aturan dan sistem yang ada di rumah sakit. Kalau merasa nggak puas atau curiga ada yang nggak beres, jangan ragu untuk lapor ke BPJS. Mereka punya tim pengawas yang bisa langsung turun ke lapangan untuk ngecek situasi. Tapi, ya, seringnya, setelah dicek, ternyata benar kamar memang penuh sesuai peraturan.
Kedua, pemerintah perlu lebih serius dalam menambah kapasitas fasilitas kesehatan. Dengan jumlah peserta BPJS yang terus bertambah, investasi di sektor ini harus digenjot. Mulai dari membangun rumah sakit baru, menambah jumlah kamar, sampai meningkatkan jumlah tenaga medis. Karena kalau nggak, masalah ini bakal terus berulang, dan peserta BPJS bakal terus merasa kecewa.
Dan terakhir, sebagai masyarakat, kita juga perlu lebih bijak dalam menggunakan fasilitas BPJS. Jangan cuma karena merasa "sudah bayar", kita jadi menuntut berlebihan. BPJS adalah program gotong royong. Artinya, kita yang sehat membantu mereka yang sakit. Jadi, yuk sama-sama saling mendukung biar program ini bisa berjalan lebih baik.
Kisah si bapak tadi memang bikin hati terenyuh. Tapi, dari pengalaman itu, kita bisa belajar banyak hal. Mungkin, kecewa itu wajar, apalagi kalau ekspektasi nggak sesuai realita. Tapi, yuk coba lihat dari sisi lain. Dengan memahami situasi dan ikut mencari solusi, kita bisa bantu program BPJS jadi lebih baik di masa depan. Semoga pengalaman ini nggak terjadi lagi, dan pelayanan kesehatan di Indonesia semakin maju.
Posting Komentar untuk "Kamar Kelas 3 Penuh, Setelah Dicek Banyak Kamar Kosong?"