Jokowi Wacanakan BPJS Dibebankan ke Pemerintah Daerah

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mewacanakan agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diberikan seluruhnya kepada pemerintah daerah.

Dengan demikian, pemerintah pusat hanya berwenang dalam hal manajemen pengawasannya saja.

Hal tersebut diungkapkan Presiden saat membuka rapat terbatas membahas BPJS di Kantor Presiden, Jakarta pada Rabu (9/11/2016).

"Mungkin kita perlu bahas bersama mengenai kemungkinan BPJS Kesehatan kita berikan semuanya kepada daerah dan manajemennya, pengawasannya, tetap berada di pusat," ujar Jokowi.

Dengan pola demikian, Jokowi berharap tidak lagi terjadi kekurangan anggaran. Sebab, Jokowi mengakui anggaran BPJS Kesehatan sangat tinggi dan memberatkan pemerintah pusat.

"Saya kira hal-hal itu kalau diteruskan akan memberatkan kita," ujar Jokowi.

"Tetapi, kalau bisa dipastikan dihentikan pada angka yang jelas, saya kira tidak masalah. Tapi kalau tiap tahun naik, naik, saya kira akan memberatkan APBN kita," kata dia.

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengatakan, pernyataan Presiden itu baru sebatas wacana. Namun, Nila berpendapat bahwa ide Presiden itu tidak mungkin dilaksanakan.

"Isu diserahkan ke pemerintah daerah. Itu kan tidak mungkin, karrena ada beberapa faktor yang harus kami perhitungkan," ujar Nila.

Oleh sebab itu, yang paling memungkinkan adalah pembagian tugas antara pemerintah daerah dengan daerah pusat soal BPJS Kesehatan. Meski demikian, seperti apa pembagiannya, pemerintah juga belum menemukan formulasi yang tepat.

"Belum, belum sama sekali. Kita mesti bicarakan kembali, segala faktor dimasukkan lagi dan diperhitungkan kembali, dipertimbangkan," ujar Nila.

Arsip Media
Kompas.com


Ilustrasi Jokowi

__________
Tanggapan:

Oleh dr. Tonang Dwi Ardyanto

Tanggung jawab JKN tetap di Pemerintah Pusat

Sesuai amanah UU SJSN, memang beban tanggung jawab JKN itu pada Pemerintah Pusat (Presiden). Bahkan awalnya, hanya boleh ada satu lembaga yaitu BPJS Kesehatan sebagai penyelenggaranya. Artinya, memang pemerintah pusat yang bertanggung jawab.

Pemerintah daerah bukan tidak ikut bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang sudah jelas disebutkan:

1. Membayar iuran bagi peserta kelompok PBI Daerah dengan APBD. Yaitu masyarakat yang memenuhi kriteria PBI tetapi belum masuk dalam kuota PBI Nasional. Sebelum 2017, semua Program semacam Jamkesda, harus melebur ke dalam JKN.

Dalam pasal 6A Perpres 19/2016, Pemda dapat juga mendaftarkan masyarakat yang belum termasuk sebagai peserta JKN tanpa harus memenuhi klausul PBI. Tetapi semua yang didaftarkan oleh Pemda, tetap pada kelas 3 dengan besar iuran sebagaimana PBI. Hak dan manfaatnya juga sama dengan kelompok PBI.

2. Membayar iuran bagi Pegawai di Pemda yang mendapatkan gaji dari pemerintah daerah sendiri (bukan PNS atau Pegawai dari Pusat). Termasuk juga pegawai yang diangkat dalam skema BLUD. Bahkan masih ada di sebagian daerah yang memiliki pegawai honorer. Untuk kelompok ini, masih ada laporan tingkat kolektabilitas yang belum optimal.

3. Membayar iuran bagi kelompok dengan Masalah Sosial (Kelompok PMKS) seperti penghuni panti-panti sosial, warga binaan di LP, dan tunawisma.

4. Tetap memenuhi kebutuhan penyelenggaran program UKM di Puskesmas, karena yang ditanggung dengan skema JKN hanya untuk UKP. Pemda juga tetap berkewajiban memperkuat layanan primer agar dapat memenuhi standar kompetensi dan kewenangannya.

5. Menjadi Koordinator Monev JKN di daerah, dengan motornya adalah Dinkes, melibatkan SKPD yang lain.

6. Menjadi tempat penampungan keluhan dari para pihak dalam JKN, serta mencari solusi pemecahannya.

7. Menjadi koordinator dalam Pencegahan Fraud, menerima dan melakukan penilaian terhadap aduan dugaan fraud.

8. Membentuk Tim Pertimbangan Klinis untuk menjadi penentu akhir adanya sengketa antar pihak dalam JKN.

Apakah daerah sudah tidak boleh memberikan semacam "jaminan kesehatan"? Sesuai hasil JR di MK no 7/2005, maka Pemda masih diperbolehkan memberikan manfaat jaminan kesehatan SELAMA tidak menimbulkan pertanggungan ganda terhadap apa yang sudah dijamin dalam JKN.

Dengan sedemikian banyak tugas dan tanggung jawab, sudah selayaknya memang Pemda terlibat aktif dalam JKN. Dengan memenuhi tugas dan kewenangan itu saja, Pemda sudah sangat berperan menentukan keberhasilan JKN. Namun bila berita ini maksudnya menyerahkan sepenuhnya beban JKN kepada Pemda, tentu ini tidak benar.

Maka mendukung pernyataan Menkes bahwa wacana Presiden tersebut tidak mungkin dilaksanakan BILA maksudnya menyerahkan tanggung jawab JKN kepada Pemda.

Khusus soal defisit, pokok masalahnya bukan di tanggung jawab Pemda. Itu lebih ke soal penetapan tarif, mendukung kelancaran pasokan sumber daya, di samping memang efisiensi kinerja pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, Pemda lebih ke tugas sebagai Koordinator monev JKN, dan memenuhi kebutuhan kapasitas layanan di faskes daerah.

Sungguh akan lebih nyaman bila masukan kepada Presiden dapat lebih dulu dirumuskan secara komprehensif agar tidak menimbulkan kebijakan yang tergesa-gesa.

#SalamKawalJKN