Pasien BPJS Tidak Bisa Memilih Rumah Sakit Rujukan
Aturan BPJS terbaru tentang sistem rujukan BPJS tahun 2018. Rujukan ke Rumah Sakit yang biasanya ditentukan oleh Petugas Faskes Tk I yaitu Puskesmas atau berdasarakan keinginan dari pasien, sekarang tidak bisa seperti itu lagi. Rujukan harus ke RS tipe D dulu. Tidak bisa langsung ke tipe C, B apalagi A.
Pilihan Rumah Sakit Rujukan otomatis muncul di aplikasi PCare BPJS sesuai dengan Diagnosa pasien dan itu RS tipe D. Sehingga, untuk pasien-pasien yang sudah menjadi pasien tetap Rumah Sakit tipe C, B atau A, dimana pasien sudah punya rekam medis di suatu Rumah Sakit tertentu, harus berganti Rumah Sakit tipe D untuk berobat. Sehingga resikonya, pasien harus kembali melakukan pemeriksaan dan pengobatan dari awal lagi.
Sebagai contoh, Pasien A yang rumahnya dekat RS Haji, sudah-tahun bertahuntahun berobat di RS Haji. Data rekam medis lengkap di RS Haji.
Tapi dengan adanya aturan baru rujukan BPJS, pasien A tidak dapat kontrol atau berobat ke RS Haji karena RS Haji termasuk RS Tipe C atau B. Dan dalam Pilihan RS Rujukan di Program PCare BPJS tidak muncul opsi RS Haji karena termasuk RS tipe di atas tipe D. Sehingga mau tidak mau, pasien harus memilih untuk berobat pada PILIHAN RS Tipe D yang sudah dipilihkan oleh Program PCare BPJS yang bisa saja letaknya jauh dari tempat tinggal Pasien.
Akibatnya, pasien akan menempuh jarak yg mungkin lebih jauh dari tempat tinggalnya dan mengulang dari awal pemeriksaan penyakitnya, karena pasien A tidak punya jejak rekam medis di RS tipe D yang baru.
Jadi, jangan marah ke petugas puskesmas bila nanti ketika minta rujukan ke RS langganan Anda, tapi tidak bisa dilayani karena dlm Program PCare BPJS tidak muncul dalam pilihan RS Rujukan tipe D, dan Anda siap-siap untuk berganti berobat ke RS lain yang ber-tipe D sesuai PILIHAN dari BPJS. Bukan sesuai dengan keinginan Anda.
1. Rujukan berjenjang sebetulnya bukan hal yang baru di BPJS Kesehatan, bahkan sejak jaman PT. Askes dulu rujukan sudah dilakukan secara berjenjang, bahkan tertuang dalam Permenkes No. 001 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Saat ini yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan adalah sebuah inovasi yang mengakomodir sistem rujukan berjenjang secara online dan terintegrasi sistem informasi. Jadi dengan sistem tersebut, ketika pasien dari Puskesmas/Klinik/Dokter keluarga membutuhkan rujukan, dengan melihat kebutuhan medisnya, dokter akan merujuk ke RS yang memiliki kompetensi dokter spesialis dan sarana yang dibutuhkan oleh pasien, juga melihat letak geografis RS tujuan rujukan dalam radius terdekat dan juga membaca kapasitas RS.
2. Memang betul, rujukan tidak boleh atas permintaan pasien, tapi harus berdasarkan indikasi/kebutuhan medisnya. Jika atas permintaan pasien sendiri justru tidak akan dijamin oleh BPJS Kesehatan.
3. Sistem ini juga akan menghindari penumpukan pasien di salah satu RS, karena sistem di dalam aplikasi akan memberikan warning jika kapasitas RS sudah "hampir" penuh.
4. Tidak benar jika pasien hanya bisa dirujuk ke RS tipe D saja. Untuk spesialis dasar (semua RS memiliki) akan muncul beberapa pilihan RS Tipe C dan D. Namun untuk kasus/penyakit di mana kompetensi spesialisnya hanya tersedia di RS Tipe B atau A maka pasien bisa dirujuk ke RS tipe B bahkan Tipe A yang memang memiliki kemampuan dokter dan sarana yang dibutuhkan. Misal penyakit Kanker, tindakan Hemodialisa, Hemofilia, TB MDR, HIV, dll.
5. Dalam regulasi juga dijelaskan tentang rujuk balik, sebagai contoh jika pasien terbiasa ditangani di RS Tipe A sedangkan kondisinya sudah stabil, maka pasien tersebut bisa dirujuk balik ke RS Tipe di bawahnya misal ke RS tipe B/C/D bahkan ke Puskesmas/Klinik/DPP. Jadi tidak selamanya pasien akan terus ditangani di RS tipe A.
Pilihan Rumah Sakit Rujukan otomatis muncul di aplikasi PCare BPJS sesuai dengan Diagnosa pasien dan itu RS tipe D. Sehingga, untuk pasien-pasien yang sudah menjadi pasien tetap Rumah Sakit tipe C, B atau A, dimana pasien sudah punya rekam medis di suatu Rumah Sakit tertentu, harus berganti Rumah Sakit tipe D untuk berobat. Sehingga resikonya, pasien harus kembali melakukan pemeriksaan dan pengobatan dari awal lagi.
Sebagai contoh, Pasien A yang rumahnya dekat RS Haji, sudah-tahun bertahuntahun berobat di RS Haji. Data rekam medis lengkap di RS Haji.
Tapi dengan adanya aturan baru rujukan BPJS, pasien A tidak dapat kontrol atau berobat ke RS Haji karena RS Haji termasuk RS Tipe C atau B. Dan dalam Pilihan RS Rujukan di Program PCare BPJS tidak muncul opsi RS Haji karena termasuk RS tipe di atas tipe D. Sehingga mau tidak mau, pasien harus memilih untuk berobat pada PILIHAN RS Tipe D yang sudah dipilihkan oleh Program PCare BPJS yang bisa saja letaknya jauh dari tempat tinggal Pasien.
Akibatnya, pasien akan menempuh jarak yg mungkin lebih jauh dari tempat tinggalnya dan mengulang dari awal pemeriksaan penyakitnya, karena pasien A tidak punya jejak rekam medis di RS tipe D yang baru.
Jadi, jangan marah ke petugas puskesmas bila nanti ketika minta rujukan ke RS langganan Anda, tapi tidak bisa dilayani karena dlm Program PCare BPJS tidak muncul dalam pilihan RS Rujukan tipe D, dan Anda siap-siap untuk berganti berobat ke RS lain yang ber-tipe D sesuai PILIHAN dari BPJS. Bukan sesuai dengan keinginan Anda.
Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan
1. Rujukan berjenjang sebetulnya bukan hal yang baru di BPJS Kesehatan, bahkan sejak jaman PT. Askes dulu rujukan sudah dilakukan secara berjenjang, bahkan tertuang dalam Permenkes No. 001 Tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan. Saat ini yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan adalah sebuah inovasi yang mengakomodir sistem rujukan berjenjang secara online dan terintegrasi sistem informasi. Jadi dengan sistem tersebut, ketika pasien dari Puskesmas/Klinik/Dokter keluarga membutuhkan rujukan, dengan melihat kebutuhan medisnya, dokter akan merujuk ke RS yang memiliki kompetensi dokter spesialis dan sarana yang dibutuhkan oleh pasien, juga melihat letak geografis RS tujuan rujukan dalam radius terdekat dan juga membaca kapasitas RS.
2. Memang betul, rujukan tidak boleh atas permintaan pasien, tapi harus berdasarkan indikasi/kebutuhan medisnya. Jika atas permintaan pasien sendiri justru tidak akan dijamin oleh BPJS Kesehatan.
3. Sistem ini juga akan menghindari penumpukan pasien di salah satu RS, karena sistem di dalam aplikasi akan memberikan warning jika kapasitas RS sudah "hampir" penuh.
4. Tidak benar jika pasien hanya bisa dirujuk ke RS tipe D saja. Untuk spesialis dasar (semua RS memiliki) akan muncul beberapa pilihan RS Tipe C dan D. Namun untuk kasus/penyakit di mana kompetensi spesialisnya hanya tersedia di RS Tipe B atau A maka pasien bisa dirujuk ke RS tipe B bahkan Tipe A yang memang memiliki kemampuan dokter dan sarana yang dibutuhkan. Misal penyakit Kanker, tindakan Hemodialisa, Hemofilia, TB MDR, HIV, dll.
5. Dalam regulasi juga dijelaskan tentang rujuk balik, sebagai contoh jika pasien terbiasa ditangani di RS Tipe A sedangkan kondisinya sudah stabil, maka pasien tersebut bisa dirujuk balik ke RS Tipe di bawahnya misal ke RS tipe B/C/D bahkan ke Puskesmas/Klinik/DPP. Jadi tidak selamanya pasien akan terus ditangani di RS tipe A.