Kenapa di RS Negeri Bisa Ditanggung, di RS Swasta Tidak?
Seseorang menanyakan apakah operasi yang mahal bisa ditanggung BPJS Kesehatan? Jawabannya tentu semua jenis operasi dapat ditanggung BPJS Kesehatan sesuai prosedur yang berlaku.
Kalau begitu ketentuannya, lantas kenapa di RS swasta tidak ditanggung BPJS Kesehatan, tapi di RSU milik pemerintah bisa ditanggung BPJS Kesehatan?
Perlu diketahui, BPJS tidak membayarkan pada RS sesuai biaya real RS. BPJS membayarkan berdasarkan per paket diagnosa.
Sistem klaim dari Rumah Sakit ke BPJS Kesehatan atau sistem tarif INA CBGs adalah per paket.
Contoh: pasien dirawat dengan diagnosa sama. Satu pasien dirawat 5 hari, karena pasien masih muda dan mempunyai daya tahan tubuh lebih baik, dan pasien satu lagi dirawat 10 hari, karena pasien sudah sepuh karena lambat proses penyembuhannya.
Tentu semakin lama dirawat di Rumah Sakit, semakin banyak obat dan bahan-bahan kesehatan habis pakai yang dipakai. Dan tentu saja semakin banyak biaya yang dikeluarkan.
Akan tetapi, BPJS Kesehatan membayar perpaket diagnosa. Kedua Pasien tersebut dibayar sama.
Lalu dari mana Rumah Sakit mendapatkan biaya tambahan untuk menutupi selisih biaya?
Karena RSU negeri adalah milik pemerintah daerah, maka biaya banyak dibantu oleh Pemerintah daerah. Pemerintah daerah banyak membantu RS negeri, terutama dalam hal obat dan bahan habis pakai.
Lalu apa yang terjadi bila kejadian tersebut di Rumah Sakit Swasta? RS Swasta bisa-bisa menjadi kolaps bila harus menutupi biaya tersebut. Itulah sebabnya, banyak Rumah Sakit Swasta tak sanggup untuk ikut dalam BPJS Kesehatan. Kalau pun masih ada, itu dengan perhitungan yang sangat jeli, dan penuh perhitungan matematika.
Biaya yang dibayarkan BPJS Kesehatan, yang tak sebanding dengan biaya real RS, terutama kasus bedah. Dalam matematika, Rumah Sakit merugi.
Untuk mudahnya, kami beri gambaran untuk rawat jalan di faskes pertama saja. Pembayaran pada faskes pertama menggunakan sistem kapitasi.
Faskes pertama untuk dokter gigi, diganti 5rb rupiah per orang, perbulan. Bila dihitung-hitung, hal tersebut untuk sewa alat, ruangan, listrik, asisten dokter, bahan habis pakai. Dengan pertimbangan tersebut, jatah untuk dokter gigi adalah 2 ribu rupiah per pasien perbulan.
Bisa kah kita bayangkan, dokter gigi dibayar 2 ribu rupiah per orang per bulan. Dengan resiko tertular penyakit dari pasien, dan sebagainya.
Hal itulah yang tidak banyak diketahui oleh peserta BPJS, mereka menganggap banyak pasien BPJS dipersulit, padahal alasan prosedur seperti itulah yang banyak tidak disadari oleh peserta BPJS, BPJS sih enak bikin peraturan bikin kebijakan tapi yang dirugikan adalah peserta dan penyelenggara kesehatan nya.
BPJS terlihat gagah dan keren bagi orang-orang yang tak faham. Padahal, pengobatan di Rumah Sakit banyak sekali dibantu Pemerintah.
Kalau begitu ketentuannya, lantas kenapa di RS swasta tidak ditanggung BPJS Kesehatan, tapi di RSU milik pemerintah bisa ditanggung BPJS Kesehatan?
Perlu diketahui, BPJS tidak membayarkan pada RS sesuai biaya real RS. BPJS membayarkan berdasarkan per paket diagnosa.
Sistem klaim dari Rumah Sakit ke BPJS Kesehatan atau sistem tarif INA CBGs adalah per paket.
Contoh: pasien dirawat dengan diagnosa sama. Satu pasien dirawat 5 hari, karena pasien masih muda dan mempunyai daya tahan tubuh lebih baik, dan pasien satu lagi dirawat 10 hari, karena pasien sudah sepuh karena lambat proses penyembuhannya.
Tentu semakin lama dirawat di Rumah Sakit, semakin banyak obat dan bahan-bahan kesehatan habis pakai yang dipakai. Dan tentu saja semakin banyak biaya yang dikeluarkan.
Akan tetapi, BPJS Kesehatan membayar perpaket diagnosa. Kedua Pasien tersebut dibayar sama.
Lalu dari mana Rumah Sakit mendapatkan biaya tambahan untuk menutupi selisih biaya?
Karena RSU negeri adalah milik pemerintah daerah, maka biaya banyak dibantu oleh Pemerintah daerah. Pemerintah daerah banyak membantu RS negeri, terutama dalam hal obat dan bahan habis pakai.
Lalu apa yang terjadi bila kejadian tersebut di Rumah Sakit Swasta? RS Swasta bisa-bisa menjadi kolaps bila harus menutupi biaya tersebut. Itulah sebabnya, banyak Rumah Sakit Swasta tak sanggup untuk ikut dalam BPJS Kesehatan. Kalau pun masih ada, itu dengan perhitungan yang sangat jeli, dan penuh perhitungan matematika.
Biaya yang dibayarkan BPJS Kesehatan, yang tak sebanding dengan biaya real RS, terutama kasus bedah. Dalam matematika, Rumah Sakit merugi.
Untuk mudahnya, kami beri gambaran untuk rawat jalan di faskes pertama saja. Pembayaran pada faskes pertama menggunakan sistem kapitasi.
Faskes pertama untuk dokter gigi, diganti 5rb rupiah per orang, perbulan. Bila dihitung-hitung, hal tersebut untuk sewa alat, ruangan, listrik, asisten dokter, bahan habis pakai. Dengan pertimbangan tersebut, jatah untuk dokter gigi adalah 2 ribu rupiah per pasien perbulan.
Bisa kah kita bayangkan, dokter gigi dibayar 2 ribu rupiah per orang per bulan. Dengan resiko tertular penyakit dari pasien, dan sebagainya.
Hal itulah yang tidak banyak diketahui oleh peserta BPJS, mereka menganggap banyak pasien BPJS dipersulit, padahal alasan prosedur seperti itulah yang banyak tidak disadari oleh peserta BPJS, BPJS sih enak bikin peraturan bikin kebijakan tapi yang dirugikan adalah peserta dan penyelenggara kesehatan nya.
BPJS terlihat gagah dan keren bagi orang-orang yang tak faham. Padahal, pengobatan di Rumah Sakit banyak sekali dibantu Pemerintah.